Kali ini, saya hanya ingin membagikan sebuah tulisan yang beredar dan telah sampai kepada saya serta menurut saya tulisan ini sangat benar adanya.
Disarikan dari Khutbah Jumat oleh
Prof. Dr. H. Yunasril Ali, M.A. di Masjid Raya Pondok Indah hari Jumat, 10
November 2017.
Berikut isi tulisannya, dan
biasakanlah untuk membaca sampai selesai. Lalu renungkanlah! Dan silahkan
sebarkan!
ROKOK vs
PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
Benar, Khutbah Jumat kemarin di
MRPI simple, tapi sangat mengena. Khatib kemarin adalah Prof. Dr. H. Yunasril,
M.A., dosen UIN Jakarta Syarif Hidayatullah.
Menurut beliau, semangat
pemberdayaan ekonomi umat belakangan ini yg dimotori alumni 212 sangatlah bagus
dan perlu diapresiasi. Tapi ada satu hal yg kita tidak boleh lupa bahwa selama
umat islam masih merokok, maka selamanya ekonomi umat akan terserap dengan
mudah ke para taipan.
Ilustrasinya begini, jumlah rokok
yg terjual setiap hari di Indonesia mencapai 90 juta bungkus. Yakinlah kita
bahwa setidaknya 80% dari itu pembelinya adalah umat Islam. Bila satu bungkus
rokok dibeli seharga Rp 10.000 (meski kenyataannya harga sebungkus rokok sudah
di atas itu), maka setiap hari Rp 900 milyar uang masuk kantong para pemilik
industri tembakau.
Bila sehari Rp 900 milyar
terbakar, maka dalam 4 hari saja jumlahnya mencapai Rp 3,6 trilyun rupiah.
Bandingkan dengan total jumlah WAZIS yg terkumpul dari semua LAZIS di tahun
2016 di seluruh Indonesia yg "hanya" Rp 3,7 trilyun, itu artinya
jumlah ZIS yg dikumpulkan dengan susah payah selama satu tahun penuh ternyata
sama besarnya dengan uang yg "dibakar" lewat rokok selama 4-5 hari
saja!! Ini adalah perbandingan yg luar
biasa mencengangkan!!
Seandainya umat Islam kompak
dengan penuh kesadaran berhenti merokok selama satu pekan saja, maka lihat
berapa uang rokok tersebut bila disisihkan utk dana pemberdayaan umat. Luar
biasa, 'kan? Bagaimana bila umat Islam berhenti merokok sama sekali dan uang
rokok kompak disisihkan utk dana pemberdayaan ekonomi umat? Yakinlah insyaAllah
umat Islam akan maju.
Siapa saat ini yang mayoritas
menguasai industri rokok dari hulu hingga hilir? Tentu kita tahu jawabannya.
Mereka itu 40-50 tahun lalu disebut sebagai tauke atau cukong dengan
kepemilikan satu gudang tembakau dan satu pabrik rokok. Sekarang ini, anak-cucu
mereka bukan lagi sekedar cukong atau tauke, melainkan mereka sekarang disebut
taipan atau konglomerat. Cek saja, dari data Majalah Forbes, berapa dari mereka
yg masuk 50 besar orang terkaya di Indonesia atau bahkan Asia? Mereka jadi besar tidak lain dari hasil rokok
yg dibeli oleh puluhan juta umat Islam.
Sekarang mereka bilang sebagai
taipan, mereka besar bukan dari rokok saja.
Sekarang mereka punya pertambangan besar, real estate/properti raksasa,
hingga perkebunan yg luas. Padahal semua itu modalnya didapat dari hasil
industri tembakau juga. Sampai sekarang industri tembakau masih jadi pemasukan
utama mereka. Selama umat tetap merokok, maka mereka akan terus semakin kaya!
Lihatlah, buruh tembakau adalah
buruh yg --maaf-- hidup mengenaskan. Mereka miskin di bawah kaki para taipan yg
luar biasa kaya. Siapa para buruh tembakau ini? Mereka mayoritas umat Islam
juga. Padahal bos-bos mereka kaya raya dari hasil jual rokok yg dibeli umat
Islam.
Para pecandu rokok sulit percaya
bahwa rokok itu beracun dan bisa membunuh penghisapnya pelan2. Bila ada makanan
atau minuman pada kemasannya ditulis "Beracun dan Membunuh", maka
orang nggak ada yg berani beli dan memakannya. Anehnya, biarpun pada kemasan
rokok sudah ditulis demikian, tetap saja orang beli dan menghisapnya tanpa
ragu.
Jadi umat Islam harus berhenti
merokok SEKARANG JUGA! Alasannya bukan karena kesehatan, tapi alasan
pemberdayaan ekonomi umat! Kalo alasan kesehatan 'kan para perokok sudah nggak
percaya, meski sudah dibilang bahwa para taipan dan cukong itu sendiri tidak
mau menghisap rokok yg mereka jual. Alasan PEMBERDAYAAN UMAT saat ini jauh
lebih relevan utk berhenti merokok.
Berhentilah merokok sekarang juga
dan sisihkan uang rokok tersebut secara berjamaah utk membangun perekonomian
umat. Ekonomi umat harus dibangun secara bersyarikat, seperti halnya Syarikat
Dagang Islam (SDI) yang dibangun oleh H. Samanhudi di Surakarta pada tahun
1911. Jadi sudah lebih dari satu abad lalu tokoh umat Islam mempelopori
pemberdayaan umat secara bersyarikat atau berjamaah, tidak bisa ekonomi
dibangun sendiri-sendiri. Umat Islam tinggal mencontoh dan melanjutkan apa yang
sudah pernah dilakukan oleh SDI H. Samanhudi di masa lalu.
0 Komentar