Oleh: Mujang Kurnia
Setelah kita memiliki niat yang
benar, untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang kita miliki, tentu yang harus
kita lakukan adalah memantaskan cara-cara kita untuk meraihnya. Karena
berkuliah bagi kita adalah peroses menuntut ilmu sebagaimana yang diperintahkan
oleh Allah dan RasulNya, maka untuk memperoleh ilmu guna memantaskan diri untuk
mencapai cita dan tujuan yang dimilki, tentunya kita harus menyiapkan diri
untuk menerimanya dengan sikap yang benar agar ilmu itu masuk kepada kita.
Sebagai mahasiswa, tentunya kita juga
adalah sebagai pembelajar, maka sikap utama seorang pembelajar adalah kita
harus menyiapkan diri untuk membiarkan ilmu masuk kepada diri kita, seperti
halnya gelas, air tidak akan masuk dan malah tumpah ketika kita tidak
mengkosongkan atau menuangkannya dahulu ketempat yang lebih besar. Jadi, setiap
kita menuntut ilmu, kita harus bersikap seperti gelas kosong yang siap
menampung air sebanyak-banyaknya untuk kita tuangkan terhadap banyak hal
sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan di dunia dan juga akhirat.
Dalam menerima ilmu, sejatinya
tidak selalu dari berapa banyak buku yang kita baca, tidak juga dari seberapa
banyak dosen atau guru-guru berbicara, karena jika hanya dari buku, mungkin
Nabi Sulaiman mewariskan perpustakaan dengan jumlah buku yang banyak karena beliau
dikisahkan sebagai Nabi dengan keilmuan yang luar biasa, yakni mampu menguasai
bahasa hewan, jin dan manusia. Tetapi semua itu tidak ada bukunya dan tidak ada
yang mampu mempelajarinya kembali selain Nabi Sulaiman. Ini artinya, bahwa ilmu
itu menurut Ibnu Mas’ud adalah cahaya yang dimasukan kedalam kalbu.
Dengan demikian, ilmu merupakan
sebuah ilham yang diturunkan langsung oleh Tuhan Pemilik Pengetahuan kepada
yang dikehendakinya. Maka tugas kita sebagai pembelajar atau pemburu ilmu
adalah memantaskan diri untuk dikehendaki Tuhan sebagai orang yang layak
menerima ilmu atau diturunkannya ilham tersebut, tentunya dengan cara-cara yang
baik dan benar. Sehingga ketika kita belajar, membaca buku, mendengarkan
ceramah, diskusi dan lainnya benar-benar menjadi ilmu yang melekat kepada diri
kita. Lalu bagaimana caranya? Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ ‘Ulumuddin sedikitnya menyebutkan
tujuh cara untuk kita lakukan agar ilmu benar-benar masuk kedalam diri kita
sebagai mahasiswa atau pemburu ilmu, tetapi saya menyingkatnya menjadi lima.
Diantaranya adalah sebagai berikut;
Pertama, membersihkan
hati atau jiwa dari akhlak yang buruk. Artinya, bukan sekedar kebersihan
pakaian, melainkan kita harus membersihkan hati sehingga ilmu dapat masuk
dengan mudah kedalam diri kita karena ilmu itu bersemayam dalam hati. Maka kita
harus menjaga diri dengan senantiasa memilki akhlak yang baik dan menghindari
akhlak yang buruk atau tercela.
Kedua, harus fokus atau
konsentrasi terhadap ilmu. Artinya, kita harus sepenuhnya mencurahkan perhatian
kepada ilmu, karena ilmu tidak akan mau menyerahkan sebagiannya kepada kita
sampai kita memberikan seluruhnya kepada ilmu. Dan hendaknya kita juga
memperioritaskan keilmuan dengan memusatkan perhatian kepada ilmu yang
terpenting yaitu ilmu mengenai akhirat.
Ketiga, tidak bersikap
sombong terhadap ilmu dan tidak menentang pemberi ilmu (dosen/guru), melainkan
menyerahkan kendali pilihannya secara penuh kepada pemberi ilmu. Halnya sama
seperti seorang yang sedang sakit keras, dia harus menyerahkan kendali
pilihannya kepada dokter yang merawatnya tanpa mengatur atau ikut campur
terhadap cara penyembuhan dan keputusan yang akan diambilnya. Jangan merasa
paling bisa sehingga mengatur apa yang seharusnya disampaikan oleh dosen,
terlebih sampai merendahkan dosen atau menganggap apa yang disampaikan dosen
itu biasa saja dan kita merasa sudah mengetahuinya dan paling benar. Kita harus
bersikap patuh dan resapi betul apa yang disampaikan oleh dosen, lalu kalaupun
ada yang sekiranya mengganjal, sampaikanlah dengan cara yang baik dan benar,
karena bagaimanapun, dosen/guru sudah lebih dahulu dari kita dan sudah banyak
yang dilalui ketimbang kita.
Keempat, bertahap sesuai
dengan urutan ilmu, serta jangan dahulu berpindah-pindah cabang ilmu melainkan
kita harus menyelaminya sampai mengetahui tujuannya. Seperti halnya kita
bersekolah, masuk pada kelas pertama di sekolah dasar tentunya akan diberikan
pelajaran yang memang untuk tingkat pertama sekolah dasar dan juga sangat
sedikit kemungkinannya kita akan diajarkan atau diizinkan untuk masuk pada
pelajaran dikelas akhir. Artinya, jangan terburu-buru masuk pada jenjang yang
lebih tinggi melainkan kita bentengi dahulu diri dengan ilmu-ilmu dasar dan
berkelanjutan. Bukan malah sebaliknya kita menyerobot ilmu sehingga menimbulkan
perselisihan, kebimbangan dan kebingungan karena perbedaan pendapat dengan
kualitas keilmuan kita yang belum sampai pada puncaknya.
Kelima, menghiasi diri
dengan akhlak yang baik. Hendaknya kita dalam menuntut ilmu senantiasa
menyadari bahwa agar ilmu benar-benar masuk pada diri kita, maka yang harus
kita lakukan adalah senantiasa berakhlak baik dan memantaskan diri agar ilmu
berkenan singgah dalam hati kita. Lalu akhlak baik yang seperti apa yang meski
kita lakukan? Fathi Yakan dalam bukunya “Komitmen
Muslim Sejati”, memaparkan beberapa akhlak baik yang harus kita miliki,
diantaranya; (1) Senantiasa bersikap hati-hati terhadap sesuatu yang belum
jelas (syubhat). (2) Menahan pandangan dari segala yang diharamkan oleh Allah,
karena pandangan itu menimbulkan keinginan dan secara bertahap akan membawa
pelakunya untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. (3) Menjaga lidah dari
berbicara yang berlebihan, kata-kata kotor, kalimat yang kasar, pembicaraan
yang sia-sia, bergunjing, dan mengadu domba. (4) Hendaklah menjadi seorang
pemalu dalam segala keadaan, namun sifat pemalunya tidak menghalangi keberanian
dalam kebenaran. (5) Pemaaf dan sabar. (6) Senantiasa jujur, tidak berdusta,
mengatakan yang benar walaupun terhadap diri sendiri, tanpa merasa takut akan
celaan demi mendapat ridha Allah. (7) Senantiasa bersikap rendah hati kepada
sesama. (8) Menjauhi perasangka, ghibah, dan mencari cela sesama. (9) Menjadi
seorang yang dermawan dan murah hati. (10) Menjadi teladan yang baik ditengah
masyarakat.
0 Komentar